Kamis, 17 Mei 2012
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Sikat. Ya… benda yang sangat sederhana, tapi tetap bisa memberi pelajaran
dan inspirasi. Saat itu, wacana gender sedang mengharum dan membau. Ada bahkan
banyak yang membeo dan ada atau banyak juga yang menolak. Aku tak akan membahas
kedua polemik ini. Aku hanya ingin belajar dari sikat.
Yang ku tahu dan kurasa, para feminis menuntut kesamaan, bukan
keseimbangan. Padahal, entah sadar atau tidak, dunia ini ada dengan
keseimbangannya. Ada atas ada bawah, ada panjang ada pendek, ada besar ada
kecil, ada bunga ada daun, ada akar ada pohon. Bayangkan jika akar menuntut
ingin jadi pohon. Ia ingin menjadi pohon karena ia merasa tak ‘eksis’. Ia
merasa selalu di bawah, tidak banyak dilihat orang, ia menganggap akar
diremehkan. “Hampir tak bernilai”, begitu katanya. Memang, kita selalu
menganggap pohon ini itu baik tanpa mengingat akar yang ada dibawahnya. Tapi,
aku rasa semua orang tahu sumber kekuatan pohon itu ada pada akarnya. Akar
kuat, pohon kuat. Ini teori yang sudah masyhur sejak aku di bangku sekolah. Coba
bayangkan bagaimana jika sekali saja akar menuntut menjadi pohon yang berposisi di atas, ingin
menjadi pohon supaya ia juga eksis??
Berbicara akar, membuatku lupa dengan judul di atas, sikat. Sikat… sikat
tak pernah mengkritik tugasnya sebagai benda yang harus membersihkan
tempat-tempat yang ingin dibersihkan. Iya terus membersihkan…dan membersihkan
tanpa protes ingin menjadi odol. Ketika sikat berubah peran menjadi odol dan
di’iya’kan, sedang odol tetap dengan ke-odolannya, lalu bagaimana tugas-tugas
bisa berjalan lancar? Bentuk berbeda karena fungsinya pun berbeda. Sama halnya
dengan laki-laki dan perempuan. Tuhan mendesaign kita, ada perempuan ada
laki-laki dengan bentuk yang berbeda karena fungsinya pun berbeda. Beda bentuk,
beda fungsi. Beda bentuk beda watak. Beda bentuk beda pula psikologinya. Lalu
bagaimana bisa wanita menunutut sama seperti laki-laki atau sebaliknya?
Dunia ini indah dengan keseimbangannya. Bukankah panjang pendek akan
mejadi suatu keindahan jika dipadukan? Analogi ini banyak kita dapat dari
sekitar kita, dari desaign rumah, masjid, atau alat-alat lainnya. Bukankah
buku-buku tercipta karena ada pena dan kertas? Ada yang berperan sebagai alat
tulis dan ada kertas yang rela ditulisi. dan bukakah bersatunya laki-laki dan
perempuan merupakan penyempurnaan agama? Dan banyak lagi keindahan keindahan
yang terbentuk dari bersatunya bentuk yang berbeda-beda. Fahd jibran, dalam
bukunya yang galau yang meracau menyebutkan, kesempuraan adalah konfigurasi
apik dari hal-hal yang berlawanan. Ada hitam, ada putih. Ada pahit dan manis,
ada senang juga sedih. Semua orang tahu, Tuhanlah satu-satunya dzat yang maha
sempurna. Kau tahu mengapa? karena
Ia memiliki sifat yang juga berlawanan. Ia maha adil namun juga maha memaksa,
dia maha penyayang juga pemberi siksa, dia yang memilki segala aturan namun
juga memberi kita kebebasan memilih.
v Berusaha menjadi manusia sempurna, yang
berperan sesuai bentuk dan fungsinya. (^_^)
0 komentar:
Posting Komentar