no
|
Nama
|
Jumlah
Hadis
|
No
Hadis
|
1
|
‘Aisyah
binti Abu Bakar
|
2425
|
24056-26455
|
2
|
Hafshah
binti Umar bin Al-Khattab
|
47
|
26466-26512
|
3
|
Ummu
Salamah Hindun binti Abu Umayyah
|
280
|
26514-26793
|
4
|
Zainab
binti Jahsy
|
4
|
26794-26797
|
5
|
Juwairiyah
binti Al-Harits
|
3
|
26798-26801
|
6
|
Ummu
Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
|
27
|
26802-26828
|
7
|
Maimunah
binti Al-Harits
|
59
|
26841-26899
|
8
|
Shafiyah
binti Huyai bin Akhtab
|
9
|
26901-26909
|
Kamis, 03 Mei 2012
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Perbincangan tentang perempuan tak habis-habisnya dibahas di berbagai
aspek kehidupan. Salah satunya dalam hal periwayatan hadis. Tak banyak orang
tahu bagaimana besarnya kontribusi perempuan dalam periwayatan hadis. Dalam hal
ini mayoritas umat Islam hanya mengenal ‘Aisyah. Padahal jika ditilik lebih
jauh peran wanita dalam periwayatan hadis bisa dibilang cukup signifikan
terutama para istri nabi yang nota benenya sering berinteraksi dengan nabi.
Kehidupan perempuan pra Islam
sangatlah ‘terpinggirkan’, di mana kondisi perempuan tak memilki posisi dalam
hal penghargaan dan penghormatan. Kondisi perempuan yang tidak memilki
indenpendensinya ini dikarenakan mereka (perempuan) dianggap dari laki-laki dan
untuk laki-laki. Berbeda dengan kehidupan perempuan pasca kedatangan Islam. Kehidupan
mereka yang dulunya dianggap sebagai aib, Islam merubahnya dengan menyamakan
kedudukannya dengan laki-laki dalam hal beribadah, beramal, dan diberikannya
hak-hak perempuan serta adanya penghormatan Islam terhadap perempuan.
Dalam dunia periwayatan hadis, kontribusi perempuan tak tak dapat
dielakkan. Posisi perempuan perempuan dalam periwayatan hadis sangatlah
strategis, di mana para istri-istri nabi merupakan sosok yang sangat dekat
dengan nabi dan justru lebih mengetahui perihal kehidupan nabi dalam rumah
tangga atau kekeluargaan. Sebut saja ‘Aisyah, salah seorang istri nabi yang
cerdas dan paling banyak meriwayatkan hadis diantara para shabiyah. Dalam Mausȗ’ah
Hayât ash-Shahâbiyâh (1990;hlm 564) disebutkan, ‘Aisyah meriwayatkan
hadis sejumlah 2210 hadis. Dari sejumlah hadis tersebut 147 hadis ‘Aisyah
disepakati kesahihannya oleh Bukhari-Muslim. Bukhari meriwatkan hadis darinya
secara pribadi sebanyak 54 hadis, sedang Muslim meriwayatkan darinya sebanyak
68 hadis. Sama halnya dengan ‘Aisyah, istri-istri nabi yang lain
juga meriwayatkan hadis yaitu Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah), Saudah
binti Zama’ah, Zainab binti Abu
Salamah, Maimunah binti al Harits, Hafshah binti Umar,
Ramlah binti Abi Shafiyah Shakir bin Harb Umayyah, Juwairiyah
binti al-Haris bin Abi Dhirar.
Jumlah Hadis istri-istri Rasulullah SAW yang termasuk
sebagai perawi dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal dapat dilihat pada
tabel berikut ;
no
|
Nama
|
Jumlah
Hadis
|
No
Hadis
|
1
|
‘Aisyah
binti Abu Bakar
|
2425
|
24056-26455
|
2
|
Hafshah
binti Umar bin Al-Khattab
|
47
|
26466-26512
|
3
|
Ummu
Salamah Hindun binti Abu Umayyah
|
280
|
26514-26793
|
4
|
Zainab
binti Jahsy
|
4
|
26794-26797
|
5
|
Juwairiyah
binti Al-Harits
|
3
|
26798-26801
|
6
|
Ummu
Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
|
27
|
26802-26828
|
7
|
Maimunah
binti Al-Harits
|
59
|
26841-26899
|
8
|
Shafiyah
binti Huyai bin Akhtab
|
9
|
26901-26909
|
‘Aisyah memang dikenal sahabat sekaligus istri nabi yang
paling ulung dan banyak meriwayatkan hadis, sehingga para ulama memasukkannya ke dalam empat besar
perawi hadis terbanyak di samping Abu Hurairah, Abdullah bin Umar dan jabir bin
Abdullah. Selain itu, Aisyah adalah seorang wanita ahli fikih, sampai-sampai
Ibnu Hajar Al-'Asqalani mengatakan, "Seperempat hukum syar'i diambil
darinya." ( Fath al-Bari, juz 7 hlm 132). Hisyam bin 'Urwah
mengatakan, "Tidak pernah saya melihat seorang pun yang lebih mengetahui
masalah fikih, pengobatan, dan sya'ir selain daripada ‘Aisyah." Urwah bin zubair juga mengomentari ‘Aisyah,
ia berkata “saya tidak menemukan orang yang lebih pandai dalam masalah
peradilan dan pembicaraan tentang jahiliyah, serta tidak ada pula yang lebih
sering meriwayatkan syair, lebih pandai dalam masalah faraid dan pengobatan
selain aisyah”. Zubair bin Awam berkata; aku tidak melihat seorang pun dari
menusia yang lebih banyak pengetahuannya perihal al-qur’an, faraidh,
halah-haram, sya’ir, kecuali ‘Aisyah.” Para ulama’ yang
menilai ‘Aisyah sebagai orang yang ahli faraidh, orang yang lebih tahu di
antara manusia lainnya, ahli fiqih, se-faqih-faqihnya manusia. Jika seluruh ilmu ’Aisyah dibandingkan dengan ilmu semua
istri Nabi SAW dan semua perempuan niscaya ilmu ’Aisyah lebih utama dan yang
paling dicintai Rasul SAW. (Muhammad Sa’id Bayyad, Mausu’ah Hayâti
Shahabiyah, 562-564).
Disamping meriwayatkan hadis, ‘Aisyah juga seorang penafsir hadis pada para
sahabat perempuan lainnya sekaligus kritikus handal. Misalnya kritik ‘aisyah
terhadap 8 hadis-hadis riwayat Abu Hurairah, 2 hadis dari Umar Bin Khattab, 2
hadis milik Ibnu Umar, kritik terhadap riwayat Jabir, dan mengkritik penafsiran
Ka’ab al-Akhbar mengenai “ru’yah”. (Shalahuddin Ibn Ahmad
al-Adlabi, Metode Kritik Matan Hadis. 2004).
Putri Rasulullah, tentunya juga tak luput memerankan diri sebagai
periwayat hadis. Hadis dari Fatimah juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu
Majah, dan Abu Daud sehingga Ibn al-Jauzi berkata; “kami tidak mengetahui
seorang pun dari putri rasulullah yang lebih banyak meriwayatkan hadis darinya
selain Fatimah”. Sahabat-sahabat lain yang juga meriwayatkan hadits antara
lain; Asma’bint Abu Bakar meriwayatkan hadis sebanyak 58 hadis, (Mausu’ah
Hayâtu-Shahabiyah/34), Ummu Sulaim sebanyak 14 hadis, asy-Sifa, perempuan
yang pandai baca tulis dan mejadi guru Hafsah istri rasulullah, Abu Bakar,
Ustman, Abu Ishaq, dan Abu Daud juga meriwayatkan hadis darinya. Asma’binti
Yazid meriwayatkan 80 hadis (Mahmood Ahmad Ghadanfar; 2008), Hindun binti
Umayyah, Asma’ binti Abu Bakar, dll.
Dalam Manhaj fi Naqd al-Hadis ( Nuruddin ittr, 432-434) disebutkan
11 periode para perawi perempuan. Perode pertama adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Ali bin Abi Thalib, Barirah maula Nabi, Dhuba’ah binti al-Miqdâd Ibnu al-Aswad, Zainab bint Nabith al-Anshoriah, dan Subai’ah al-Islamiyah. Mereka dianggap sebagai perawi perempuan yang banyak meriwayatkan hadis.
Muhadditsât
periode kedua adalah ‘Aisyah Binti Sa’id Bin Abi Waqqash, ‘Aisyah Binti Mas’ud al-Aswad,
‘Udaisah Binti Binti Ahban Al-Ghifari, Asma’binti ‘Abdurrahman Bin Abu Bakr,
Asma’ Binti Yazid, dan Ummu Aswad. Muhadditsât Periode Tiga, Diantaranya Zainab
Binti Sulaiman Bin ‘Ali Bin ‘Abdullah Bin Abbas, ‘Âbidah Al-Madînah, ‘Umarah
Binti Hibban, ‘Aisyah Binti Thalhah, dst. (hlm 432) dan masih banyak lagi perawi-perawi perempuan lain yang turut ‘meramaikan’ periwayatan hadis nabi.
Setelah periode sahabiyah, masyarakat Arab berupaya mengembalikan format perempuan
dalam wilayah domestik saja sehingga menyebabkan periwayatan
laki-laki lebih mendominiasi. Faktor lainnya adalah sulitnya
perempuan untuk melakukan tradisi hadis, yakni rihlah (melakukan perjalanan). Masa itu perempuan
sulit melakukan rihlah karena rihlah memerlukan perjalanan dan
waktu yang relatif panjang sedangkan di sisi lain ia juga mempunyai kewajiban
mengurusi keluarganya.
Meski demikian, faktor-faktor di atas rupanya
tidak mampu ‘mematikan’ bibit-bibit unggul perawi perempuan dalam pencaturan
dunia periwayatan hadis. Sebut saja ‘Aisyah bint IbrahimN(W. 842 H), ia telah
berpindah-pindah antara Damaskus, Kairo, Ba’labak, dan tempat-tempat lainnya
untuk mempelajari hadis. lalu ‘Aisyah binti ‘Ali (W. 840 H), rihlah dari
Syam dan Palestin menuju Baitul Maqdis. Zainab bint Ahmad (W.722 H), berpindah-pindah antara Mesir, Damaskus,
Madinah dan Baitul Maqdis, dll. (Nuruddin ittr, Manhaj fi Naqd al-Hadis,
432)
Ahli hadis yang terkenal pada masanya, misalnya ‘Abidah Al-Madinah,
sebagian huffadz menyebutkan bahwa dia telah meriwayatkan hadis sebanyak
10.000 hadis. Ahli hadis lain misalnya Zainab Binti Isma’il al-Khabazi, Zainab
Binti Yahya Bin ‘Izzuddin As-Silmi, dan Zainab binti Makki bin ‘Ali yang pada
masanya mereka menjadi guru bagi para ahli hadis. Lalu, Syahdah binti al-Abari al-Katib
yang terkenal menguasai ilmu hadits dan banyak ulama yang belajar padanya, di antaranya
adalah Ibnul Jauzi dan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Lalu, Ummu Habibah
Al-Ashbahaniyah yang menjadi salah satu guru Al-Hafizh Al-Munzhiri. Asma' binti
Asad bin Al-Furat, terkenal sebagai perawi hadits dan ulama fikih madzhab Abu
Hanifah. Di antara ulama besar yang
meriwayatkan hadis dari mereka; adh-Dahabi, al-Mundziri, Ibnu Hajar,
as-Sakhawi, dll. (nuruddin itr, 463)
Mengenai kualitasnya, kebanyakan para ulama’ menilai perowi perempuan
dengan tanggapan(penilain) yang positif. Contohnya, Az Zahabi dalam kitabnya
mengemukakan bahwa ia tidak menemukan satu perempuan pun yang tertuduh dusta
dan ditinggalkan haditsnya. Mengenai perempuan yang dikategorikan lemah,
semata-mata karena tidak ada informasi yang lebih jauh tentang latar belakang
kehidupan mereka. Nuruddin Itr mengatakan;
sesungguhnya kecacatan (cela/jarh) perowi perempuan tidak sama dengan
kecatatan perawi laki-laki yang dituduh berdusta, mencuri hadis. Kalaupun ada,
maka itu sedikit dan jarang. Banyak komentar-komentar ulama yang senada dengan
komentar tersebut. Hal ini menandakan, meski kontribusi perempuan tak sebanyak
laki-laki, mayoritas ulama tidak meragukan kredibilitas perowi perempuan.
Wallahua’lam.
0 komentar:
Posting Komentar