Kamis, 03 Mei 2012

Kontribusi Perempuan dalam Periwayatan Hadis



Perbincangan tentang perempuan tak habis-habisnya dibahas di berbagai aspek kehidupan. Salah satunya dalam hal periwayatan hadis. Tak banyak orang tahu bagaimana besarnya kontribusi perempuan dalam periwayatan hadis. Dalam hal ini mayoritas umat Islam hanya mengenal ‘Aisyah. Padahal jika ditilik lebih jauh peran wanita dalam periwayatan hadis bisa dibilang cukup signifikan terutama para istri nabi yang nota benenya sering berinteraksi dengan nabi.
            Kehidupan perempuan pra Islam sangatlah ‘terpinggirkan’, di mana kondisi perempuan tak memilki posisi dalam hal penghargaan dan penghormatan. Kondisi perempuan yang tidak memilki indenpendensinya ini dikarenakan mereka (perempuan) dianggap dari laki-laki dan untuk laki-laki. Berbeda dengan kehidupan perempuan pasca kedatangan Islam. Kehidupan mereka yang dulunya dianggap sebagai aib, Islam merubahnya dengan menyamakan kedudukannya dengan laki-laki dalam hal beribadah, beramal, dan diberikannya hak-hak perempuan serta adanya penghormatan Islam terhadap perempuan.
Dalam dunia periwayatan hadis, kontribusi perempuan tak tak dapat dielakkan. Posisi perempuan perempuan dalam periwayatan hadis sangatlah strategis, di mana para istri-istri nabi merupakan sosok yang sangat dekat dengan nabi dan justru lebih mengetahui perihal kehidupan nabi dalam rumah tangga atau kekeluargaan. Sebut saja ‘Aisyah, salah seorang istri nabi yang cerdas dan paling banyak meriwayatkan hadis diantara para shabiyah. Dalam Mausȗ’ah Hayât ash-Shahâbiyâh (1990;hlm 564) disebutkan, ‘Aisyah meriwayatkan hadis sejumlah 2210 hadis. Dari sejumlah hadis tersebut 147 hadis ‘Aisyah disepakati kesahihannya oleh Bukhari-Muslim. Bukhari meriwatkan hadis darinya secara pribadi sebanyak 54 hadis, sedang Muslim meriwayatkan darinya sebanyak 68 hadis. Sama halnya dengan ‘Aisyah, istri-istri nabi yang lain juga meriwayatkan hadis yaitu  Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah), Saudah binti Zama’ah, Zainab binti Abu Salamah, Maimunah binti al Harits, Hafshah binti Umar, Ramlah binti Abi Shafiyah Shakir bin Harb Umayyah, Juwairiyah binti al-Haris bin Abi Dhirar.
Jumlah Hadis istri-istri Rasulullah SAW yang termasuk sebagai perawi dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal dapat dilihat pada tabel berikut ;
no
Nama
Jumlah Hadis
No Hadis
1
‘Aisyah binti Abu Bakar
2425
24056-26455
2
Hafshah binti Umar bin Al-Khattab
47
26466-26512
3
Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah
280
26514-26793
4
Zainab binti Jahsy
4
26794-26797
5
Juwairiyah binti Al-Harits
3
26798-26801
6
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
27
26802-26828
7
Maimunah binti Al-Harits
59
26841-26899
8
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab
9
26901-26909

Aisyah memang dikenal sahabat sekaligus istri nabi yang paling ulung dan banyak meriwayatkan hadis, sehingga para ulama memasukkannya ke dalam empat besar perawi hadis terbanyak di samping Abu Hurairah, Abdullah bin Umar dan jabir bin Abdullah. Selain itu, Aisyah adalah seorang wanita ahli fikih, sampai-sampai Ibnu Hajar Al-'Asqalani mengatakan, "Seperempat hukum syar'i diambil darinya." ( Fath al-Bari, juz 7 hlm 132). Hisyam bin 'Urwah mengatakan, "Tidak pernah saya melihat seorang pun yang lebih mengetahui masalah fikih, pengobatan, dan sya'ir selain daripada ‘Aisyah." Urwah bin zubair juga mengomentari ‘Aisyah, ia berkata “saya tidak menemukan orang yang lebih pandai dalam masalah peradilan dan pembicaraan tentang jahiliyah, serta tidak ada pula yang lebih sering meriwayatkan syair, lebih pandai dalam masalah faraid dan pengobatan selain aisyah”. Zubair bin Awam berkata; aku tidak melihat seorang pun dari menusia yang lebih banyak pengetahuannya perihal al-qur’an, faraidh, halah-haram, sya’ir, kecuali ‘Aisyah.” Para  ulama’ yang menilai ‘Aisyah sebagai orang yang ahli faraidh, orang yang lebih tahu di antara manusia lainnya, ahli fiqih, se-faqih-faqihnya manusia. Jika seluruh ilmu ’Aisyah dibandingkan dengan ilmu semua istri Nabi SAW dan semua perempuan niscaya ilmu ’Aisyah lebih utama dan yang paling dicintai Rasul SAW. (Muhammad Sa’id Bayyad, Mausu’ah Hayâti Shahabiyah, 562-564).
Disamping meriwayatkan hadis, ‘Aisyah juga seorang penafsir hadis pada para sahabat perempuan lainnya sekaligus kritikus handal. Misalnya kritik ‘aisyah terhadap 8 hadis-hadis riwayat Abu Hurairah, 2 hadis dari Umar Bin Khattab, 2 hadis milik Ibnu Umar, kritik terhadap riwayat Jabir, dan mengkritik penafsiran Ka’ab al-Akhbar mengenai “ru’yah”. (Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adlabi, Metode Kritik Matan Hadis. 2004).
Putri Rasulullah, tentunya juga tak luput memerankan diri sebagai periwayat hadis. Hadis dari Fatimah juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Daud sehingga Ibn al-Jauzi berkata; “kami tidak mengetahui seorang pun dari putri rasulullah yang lebih banyak meriwayatkan hadis darinya selain Fatimah”. Sahabat-sahabat lain yang juga meriwayatkan hadits antara lain; Asma’bint Abu Bakar meriwayatkan hadis sebanyak 58 hadis, (Mausu’ah Hayâtu-Shahabiyah/34), Ummu Sulaim sebanyak 14 hadis, asy-Sifa, perempuan yang pandai baca tulis dan mejadi guru Hafsah istri rasulullah, Abu Bakar, Ustman, Abu Ishaq, dan Abu Daud juga meriwayatkan hadis darinya. Asma’binti Yazid meriwayatkan 80 hadis (Mahmood Ahmad Ghadanfar; 2008), Hindun binti Umayyah, Asma’ binti Abu Bakar, dll.
Dalam Manhaj fi Naqd al-Hadis ( Nuruddin ittr, 432-434) disebutkan 11 periode para perawi perempuan. Perode pertama adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Ali bin Abi Thalib, Barirah maula Nabi, Dhuba’ah binti al-Miqdâd Ibnu al-Aswad, Zainab bint Nabith al-Anshoriah, dan Subai’ah al-Islamiyah. Mereka dianggap sebagai perawi perempuan yang banyak meriwayatkan hadis.
            Muhadditsât periode kedua adalah ‘Aisyah Binti Sa’id Bin Abi Waqqash, ‘Aisyah Binti Mas’ud al-Aswad, ‘Udaisah Binti Binti Ahban Al-Ghifari, Asma’binti ‘Abdurrahman Bin Abu Bakr, Asma’ Binti Yazid, dan Ummu Aswad. Muhadditsât Periode Tiga, Diantaranya Zainab Binti Sulaiman Bin ‘Ali Bin ‘Abdullah Bin Abbas, ‘Âbidah Al-Madînah, ‘Umarah Binti Hibban, ‘Aisyah Binti Thalhah, dst. (hlm 432) dan masih banyak lagi perawi-perawi perempuan lain yang turut ‘meramaikan’ periwayatan hadis nabi.
Setelah periode sahabiyah, masyarakat Arab berupaya mengembalikan format perempuan dalam wilayah domestik saja sehingga menyebabkan periwayatan laki-laki lebih mendominiasi. Faktor lainnya adalah sulitnya perempuan untuk melakukan tradisi hadis, yakni rihlah (melakukan perjalanan). Masa itu perempuan sulit melakukan rihlah karena rihlah memerlukan perjalanan dan waktu yang relatif panjang sedangkan di sisi lain ia juga mempunyai kewajiban mengurusi keluarganya.
Meski demikian, faktor-faktor di atas rupanya tidak mampu ‘mematikan’ bibit-bibit unggul perawi perempuan dalam pencaturan dunia periwayatan hadis. Sebut saja ‘Aisyah bint IbrahimN(W. 842 H), ia telah berpindah-pindah antara Damaskus, Kairo, Ba’labak, dan tempat-tempat lainnya untuk mempelajari hadis. lalu ‘Aisyah binti ‘Ali (W. 840 H), rihlah dari Syam dan Palestin menuju Baitul Maqdis. Zainab bint Ahmad (W.722 H), berpindah-pindah antara Mesir, Damaskus, Madinah dan Baitul Maqdis, dll. (Nuruddin ittr, Manhaj fi Naqd al-Hadis, 432)
Ahli hadis yang terkenal pada masanya, misalnya ‘Abidah Al-Madinah, sebagian huffadz menyebutkan bahwa dia telah meriwayatkan hadis sebanyak 10.000 hadis. Ahli hadis lain misalnya Zainab Binti Isma’il al-Khabazi, Zainab Binti Yahya Bin ‘Izzuddin As-Silmi, dan Zainab binti Makki bin ‘Ali yang pada masanya mereka menjadi guru bagi para ahli hadis. Lalu, Syahdah binti al-Abari al-Katib yang terkenal menguasai ilmu hadits dan banyak ulama yang belajar padanya, di antaranya adalah Ibnul Jauzi dan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Lalu, Ummu Habibah Al-Ashbahaniyah yang menjadi salah satu guru Al-Hafizh Al-Munzhiri. Asma' binti Asad bin Al-Furat, terkenal sebagai perawi hadits dan ulama fikih madzhab Abu Hanifah.  Di antara ulama besar yang meriwayatkan hadis dari mereka; adh-Dahabi, al-Mundziri, Ibnu Hajar, as-Sakhawi, dll. (nuruddin itr, 463)
Mengenai kualitasnya, kebanyakan para ulama’ menilai perowi perempuan dengan tanggapan(penilain) yang positif. Contohnya, Az Zahabi dalam kitabnya mengemukakan bahwa ia tidak menemukan satu perempuan pun yang tertuduh dusta dan ditinggalkan haditsnya. Mengenai perempuan yang dikategorikan lemah, semata-mata karena tidak ada informasi yang lebih jauh tentang latar belakang kehidupan mereka. Nuruddin Itr  mengatakan; sesungguhnya kecacatan (cela/jarh) perowi perempuan tidak sama dengan kecatatan perawi laki-laki yang dituduh berdusta, mencuri hadis. Kalaupun ada, maka itu sedikit dan jarang. Banyak komentar-komentar ulama yang senada dengan komentar tersebut. Hal ini menandakan, meski kontribusi perempuan tak sebanyak laki-laki, mayoritas ulama tidak meragukan kredibilitas perowi perempuan.
Wallahua’lam.


0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

About

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Pages - Menu

Kamis, 03 Mei 2012

Kontribusi Perempuan dalam Periwayatan Hadis



Perbincangan tentang perempuan tak habis-habisnya dibahas di berbagai aspek kehidupan. Salah satunya dalam hal periwayatan hadis. Tak banyak orang tahu bagaimana besarnya kontribusi perempuan dalam periwayatan hadis. Dalam hal ini mayoritas umat Islam hanya mengenal ‘Aisyah. Padahal jika ditilik lebih jauh peran wanita dalam periwayatan hadis bisa dibilang cukup signifikan terutama para istri nabi yang nota benenya sering berinteraksi dengan nabi.
            Kehidupan perempuan pra Islam sangatlah ‘terpinggirkan’, di mana kondisi perempuan tak memilki posisi dalam hal penghargaan dan penghormatan. Kondisi perempuan yang tidak memilki indenpendensinya ini dikarenakan mereka (perempuan) dianggap dari laki-laki dan untuk laki-laki. Berbeda dengan kehidupan perempuan pasca kedatangan Islam. Kehidupan mereka yang dulunya dianggap sebagai aib, Islam merubahnya dengan menyamakan kedudukannya dengan laki-laki dalam hal beribadah, beramal, dan diberikannya hak-hak perempuan serta adanya penghormatan Islam terhadap perempuan.
Dalam dunia periwayatan hadis, kontribusi perempuan tak tak dapat dielakkan. Posisi perempuan perempuan dalam periwayatan hadis sangatlah strategis, di mana para istri-istri nabi merupakan sosok yang sangat dekat dengan nabi dan justru lebih mengetahui perihal kehidupan nabi dalam rumah tangga atau kekeluargaan. Sebut saja ‘Aisyah, salah seorang istri nabi yang cerdas dan paling banyak meriwayatkan hadis diantara para shabiyah. Dalam Mausȗ’ah Hayât ash-Shahâbiyâh (1990;hlm 564) disebutkan, ‘Aisyah meriwayatkan hadis sejumlah 2210 hadis. Dari sejumlah hadis tersebut 147 hadis ‘Aisyah disepakati kesahihannya oleh Bukhari-Muslim. Bukhari meriwatkan hadis darinya secara pribadi sebanyak 54 hadis, sedang Muslim meriwayatkan darinya sebanyak 68 hadis. Sama halnya dengan ‘Aisyah, istri-istri nabi yang lain juga meriwayatkan hadis yaitu  Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah), Saudah binti Zama’ah, Zainab binti Abu Salamah, Maimunah binti al Harits, Hafshah binti Umar, Ramlah binti Abi Shafiyah Shakir bin Harb Umayyah, Juwairiyah binti al-Haris bin Abi Dhirar.
Jumlah Hadis istri-istri Rasulullah SAW yang termasuk sebagai perawi dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal dapat dilihat pada tabel berikut ;
no
Nama
Jumlah Hadis
No Hadis
1
‘Aisyah binti Abu Bakar
2425
24056-26455
2
Hafshah binti Umar bin Al-Khattab
47
26466-26512
3
Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah
280
26514-26793
4
Zainab binti Jahsy
4
26794-26797
5
Juwairiyah binti Al-Harits
3
26798-26801
6
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
27
26802-26828
7
Maimunah binti Al-Harits
59
26841-26899
8
Shafiyah binti Huyai bin Akhtab
9
26901-26909

Aisyah memang dikenal sahabat sekaligus istri nabi yang paling ulung dan banyak meriwayatkan hadis, sehingga para ulama memasukkannya ke dalam empat besar perawi hadis terbanyak di samping Abu Hurairah, Abdullah bin Umar dan jabir bin Abdullah. Selain itu, Aisyah adalah seorang wanita ahli fikih, sampai-sampai Ibnu Hajar Al-'Asqalani mengatakan, "Seperempat hukum syar'i diambil darinya." ( Fath al-Bari, juz 7 hlm 132). Hisyam bin 'Urwah mengatakan, "Tidak pernah saya melihat seorang pun yang lebih mengetahui masalah fikih, pengobatan, dan sya'ir selain daripada ‘Aisyah." Urwah bin zubair juga mengomentari ‘Aisyah, ia berkata “saya tidak menemukan orang yang lebih pandai dalam masalah peradilan dan pembicaraan tentang jahiliyah, serta tidak ada pula yang lebih sering meriwayatkan syair, lebih pandai dalam masalah faraid dan pengobatan selain aisyah”. Zubair bin Awam berkata; aku tidak melihat seorang pun dari menusia yang lebih banyak pengetahuannya perihal al-qur’an, faraidh, halah-haram, sya’ir, kecuali ‘Aisyah.” Para  ulama’ yang menilai ‘Aisyah sebagai orang yang ahli faraidh, orang yang lebih tahu di antara manusia lainnya, ahli fiqih, se-faqih-faqihnya manusia. Jika seluruh ilmu ’Aisyah dibandingkan dengan ilmu semua istri Nabi SAW dan semua perempuan niscaya ilmu ’Aisyah lebih utama dan yang paling dicintai Rasul SAW. (Muhammad Sa’id Bayyad, Mausu’ah Hayâti Shahabiyah, 562-564).
Disamping meriwayatkan hadis, ‘Aisyah juga seorang penafsir hadis pada para sahabat perempuan lainnya sekaligus kritikus handal. Misalnya kritik ‘aisyah terhadap 8 hadis-hadis riwayat Abu Hurairah, 2 hadis dari Umar Bin Khattab, 2 hadis milik Ibnu Umar, kritik terhadap riwayat Jabir, dan mengkritik penafsiran Ka’ab al-Akhbar mengenai “ru’yah”. (Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adlabi, Metode Kritik Matan Hadis. 2004).
Putri Rasulullah, tentunya juga tak luput memerankan diri sebagai periwayat hadis. Hadis dari Fatimah juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Daud sehingga Ibn al-Jauzi berkata; “kami tidak mengetahui seorang pun dari putri rasulullah yang lebih banyak meriwayatkan hadis darinya selain Fatimah”. Sahabat-sahabat lain yang juga meriwayatkan hadits antara lain; Asma’bint Abu Bakar meriwayatkan hadis sebanyak 58 hadis, (Mausu’ah Hayâtu-Shahabiyah/34), Ummu Sulaim sebanyak 14 hadis, asy-Sifa, perempuan yang pandai baca tulis dan mejadi guru Hafsah istri rasulullah, Abu Bakar, Ustman, Abu Ishaq, dan Abu Daud juga meriwayatkan hadis darinya. Asma’binti Yazid meriwayatkan 80 hadis (Mahmood Ahmad Ghadanfar; 2008), Hindun binti Umayyah, Asma’ binti Abu Bakar, dll.
Dalam Manhaj fi Naqd al-Hadis ( Nuruddin ittr, 432-434) disebutkan 11 periode para perawi perempuan. Perode pertama adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Ali bin Abi Thalib, Barirah maula Nabi, Dhuba’ah binti al-Miqdâd Ibnu al-Aswad, Zainab bint Nabith al-Anshoriah, dan Subai’ah al-Islamiyah. Mereka dianggap sebagai perawi perempuan yang banyak meriwayatkan hadis.
            Muhadditsât periode kedua adalah ‘Aisyah Binti Sa’id Bin Abi Waqqash, ‘Aisyah Binti Mas’ud al-Aswad, ‘Udaisah Binti Binti Ahban Al-Ghifari, Asma’binti ‘Abdurrahman Bin Abu Bakr, Asma’ Binti Yazid, dan Ummu Aswad. Muhadditsât Periode Tiga, Diantaranya Zainab Binti Sulaiman Bin ‘Ali Bin ‘Abdullah Bin Abbas, ‘Âbidah Al-Madînah, ‘Umarah Binti Hibban, ‘Aisyah Binti Thalhah, dst. (hlm 432) dan masih banyak lagi perawi-perawi perempuan lain yang turut ‘meramaikan’ periwayatan hadis nabi.
Setelah periode sahabiyah, masyarakat Arab berupaya mengembalikan format perempuan dalam wilayah domestik saja sehingga menyebabkan periwayatan laki-laki lebih mendominiasi. Faktor lainnya adalah sulitnya perempuan untuk melakukan tradisi hadis, yakni rihlah (melakukan perjalanan). Masa itu perempuan sulit melakukan rihlah karena rihlah memerlukan perjalanan dan waktu yang relatif panjang sedangkan di sisi lain ia juga mempunyai kewajiban mengurusi keluarganya.
Meski demikian, faktor-faktor di atas rupanya tidak mampu ‘mematikan’ bibit-bibit unggul perawi perempuan dalam pencaturan dunia periwayatan hadis. Sebut saja ‘Aisyah bint IbrahimN(W. 842 H), ia telah berpindah-pindah antara Damaskus, Kairo, Ba’labak, dan tempat-tempat lainnya untuk mempelajari hadis. lalu ‘Aisyah binti ‘Ali (W. 840 H), rihlah dari Syam dan Palestin menuju Baitul Maqdis. Zainab bint Ahmad (W.722 H), berpindah-pindah antara Mesir, Damaskus, Madinah dan Baitul Maqdis, dll. (Nuruddin ittr, Manhaj fi Naqd al-Hadis, 432)
Ahli hadis yang terkenal pada masanya, misalnya ‘Abidah Al-Madinah, sebagian huffadz menyebutkan bahwa dia telah meriwayatkan hadis sebanyak 10.000 hadis. Ahli hadis lain misalnya Zainab Binti Isma’il al-Khabazi, Zainab Binti Yahya Bin ‘Izzuddin As-Silmi, dan Zainab binti Makki bin ‘Ali yang pada masanya mereka menjadi guru bagi para ahli hadis. Lalu, Syahdah binti al-Abari al-Katib yang terkenal menguasai ilmu hadits dan banyak ulama yang belajar padanya, di antaranya adalah Ibnul Jauzi dan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Lalu, Ummu Habibah Al-Ashbahaniyah yang menjadi salah satu guru Al-Hafizh Al-Munzhiri. Asma' binti Asad bin Al-Furat, terkenal sebagai perawi hadits dan ulama fikih madzhab Abu Hanifah.  Di antara ulama besar yang meriwayatkan hadis dari mereka; adh-Dahabi, al-Mundziri, Ibnu Hajar, as-Sakhawi, dll. (nuruddin itr, 463)
Mengenai kualitasnya, kebanyakan para ulama’ menilai perowi perempuan dengan tanggapan(penilain) yang positif. Contohnya, Az Zahabi dalam kitabnya mengemukakan bahwa ia tidak menemukan satu perempuan pun yang tertuduh dusta dan ditinggalkan haditsnya. Mengenai perempuan yang dikategorikan lemah, semata-mata karena tidak ada informasi yang lebih jauh tentang latar belakang kehidupan mereka. Nuruddin Itr  mengatakan; sesungguhnya kecacatan (cela/jarh) perowi perempuan tidak sama dengan kecatatan perawi laki-laki yang dituduh berdusta, mencuri hadis. Kalaupun ada, maka itu sedikit dan jarang. Banyak komentar-komentar ulama yang senada dengan komentar tersebut. Hal ini menandakan, meski kontribusi perempuan tak sebanyak laki-laki, mayoritas ulama tidak meragukan kredibilitas perowi perempuan.
Wallahua’lam.



 
Template Indonesia | Goresan Tinta Malam
Aku cinta Indonesia