Minggu, 15 Juli 2012

Merebaknya Pemalsuan Hadis


Saat masa nabi, volume hadis tidak terlalu banyak. Menurut ulama’ hadis, populasi hadis kian membengkak saat terjadi fitnah kubro, yakni saat terjadinya konflik antara ‘Ali dan Mu’awiyah pada masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan. Awalnya, pemalsuan hadis dilakukan oleh kalangan syi’ah untuk menyebutkan kelebihan-kelebihan Ali bin abi thalib beserta keluarganya (ahlul bait). Begitu juga sebaliknya, kaum ahlus sunnah yang pengetahuannya masih dianggap sedikit juga membuat tadingan-tandingan kaum syi’ah dengan memuat-buat hadis palsu guna menunjukan keutamaan Abu Bakr, Umar, Ustman, dan Mu’awiyah. Dari peristiwa inilah populasi hadis kini makin membengkak.
            Pada masa Nabi, pemalsuan hadis sebenarnya sudah terjadi. Misalnya saja hadis dari yang diriwayatkan dari Abu Buraidah. Ia berkata, ada seseorang datang pada masyarakat kampung dekat madinah lalu orang itu berkata “sesungguhnya Rasulullah telah memerintahkan kepadaku untuk memutuskan sesuatu berdasarkan pendapatku sendiri mengenai masalah ini dan itu”.  Saat di laporkan pada Rasulullah beliau bersabda “musuh Allah itu adalah berdusta”.
Adanya pemalsuan hadis pada masa Nabi tidak kemudian meruntuhkan atau bahkan sekedar mempertanyakan kredibilitas sahabat karena hal-hal demikian ini tidak lebih dari kelakuan orang-orang munafik yang ada pada masa itu dan para sahabat tidak mungkin berdusta atas nama nabi apalagi berkenaan dengan Agama. Memang, kita ketahui dan kita akui sahabat bukanlah orang yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) yang pasti ber-titel layaknya manusia biasa yang syarat akan kesalahan. Dalam hal muamalah sahabat sangat mungkin melakukan kesalahan. Namun, dalam hal  periwayatan hadis, sahabat jelas dalam keadaan adil dan sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis. Misalnya, sikap para sahabat yang memiliki beberapa syarat ketat untuk menerima suatu hadis. Kredibilitas sahabat mulai dipertanyakan sejak terjadinya fitnah kubro pada masa Usman. Seperti yang dikutib Shalahuddin Ibnu Ahmad al-Adlabi, Dr. Mustofa as-Siba’i mengatakan bahwa batas kemurnian sahabat dalam hal periwayatan yakni pada tahun 40H karena munculnya berbagai aliran yang ada sesudahnya. Hal ini tergambar dari perbuatan Mu’awiyah dimana Ia selalu memperingatkan masyarakatnya agar menghindari hadis yang tidak pernah ada di masa Umar bin Khatab. 
Faktor lainnya adalah menghancurkan Islam dari dalam dan berniat memporak-porandakan akidah umat Islam.  Pemalsuan semacam ini banyak diperankan orang-orang Zindik yang banyak menyusupkan banyak hadis berkenaan dengan sifat Allah yang diniatkan mencela Islam dan membuat ragu pemeluknya. Contohnya hadis yang berbunyi “sesungguhnya Allah mencucurkan air mata lalu malaikat menghiburnya”. Hadis semacam ini jelas menggambarkan kelemahan Allah. Bagaimana bisa Allah menjadi Tuhan yang lemah dan malaikat sebagai penghibur?
Faktor selanjutnya adalah Pembelaan terhadap aliran yang dianut. Misalnya politik, Agama, dan geografis. Contohnya, “mencitai Ali adalah sebuah kebaikan yag tidak akan terhapus oleh keburukan apapun..”. Contoh hadis palsu dalam pembelaan terhadap pembelaan aliran Agama, “ akan ada diantara umatku seorang bernama Muhammad bin Idris. Dia lebih berbahaya dari iblis. Dan diantara mereka ada yang bernama abu Hanifah, dia adlaah pelita bagi mereka”.  
Motif lain adanya pemalsuan hadis adalah Motif duniawi, yakni untuk mencari rizki, seperti hadis, “ terong adalah obat segala macam penyakit”. Motif duniawi lainnya adalah untuk mendekati penguasa, dan mencari pendukung/massa. Motif mencari massa biasa dilakukan dalam bentuk kisah-kisah, dan pemalsuan hadis merupakan cara efektif agar kisah yang dibawakan dapat diterima. Hal ini dilakukan tidak lain hanya untuk menampilkan kisah baru dan aneh agar pendengar merasa kagum. Tokoh pertama pemalsuan hadis dengan kisah ini diawali oleh Tamim ad-Dariy denngan niat untuk mengingatkan orang akan hari kiamat, segala bentuk kenikmatan dan siksaan.
Selain terjadinya perpecahan umat Islam, pemalsuan hadis juga berasal dari perbuatan orang sholeh yang diniatkan untuk kebaikan, yakni dalam rangka targhib wa tarhib. Hal ini dikarenakan mereka merasa gelisah dengan dekadensi moral yang terjadi di masyarakat dan mereka melihat kelesuan masyarakan dalam berbuat kebaikan. Hadis palsu yang dibuat hanya ingin memotivasi masyarakat untuk segera melakukan perbaikan misalnya agar umat lebih mencintai al-Qur’an, rajin ibadah dan takut untuk melakukan maksiat.
Selain faktor-faktor sengaja, hadis palsu juga hadir karena ketidaksengajaan perowi. Misalnya seorang perowi yang menganggap hadis mauquf (bersumber dari sahabat) sebagai hadis marfu’ (perkataan Nabi). Ada pula dikarenakan adanya penyusupan hadis yang dilakukan orang lain dan memasukkannya dalam kitab orang tsiqoh tanpa sepengetahuan pemilik kitab dan Ia tidak sadar telah meriwayatkan hadis itu atau mengira hadis tersebut benar-benar dari dirinya. Hal ini seperti yang dialami Hammad ibn Salamah yang koleksi hadisnya disisipkan hadis palsu oleh anak tirinya,  Ibn Abu al-‘Auja’ dan juga dialami oleh Sufyan ibn Waqi’ibn al-Jarrah yang koleksi hadisnya disisipi hadis palsu oleh tukang kertas, Qurthumah. 

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

About

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Pages - Menu

Minggu, 15 Juli 2012

Merebaknya Pemalsuan Hadis


Saat masa nabi, volume hadis tidak terlalu banyak. Menurut ulama’ hadis, populasi hadis kian membengkak saat terjadi fitnah kubro, yakni saat terjadinya konflik antara ‘Ali dan Mu’awiyah pada masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan. Awalnya, pemalsuan hadis dilakukan oleh kalangan syi’ah untuk menyebutkan kelebihan-kelebihan Ali bin abi thalib beserta keluarganya (ahlul bait). Begitu juga sebaliknya, kaum ahlus sunnah yang pengetahuannya masih dianggap sedikit juga membuat tadingan-tandingan kaum syi’ah dengan memuat-buat hadis palsu guna menunjukan keutamaan Abu Bakr, Umar, Ustman, dan Mu’awiyah. Dari peristiwa inilah populasi hadis kini makin membengkak.
            Pada masa Nabi, pemalsuan hadis sebenarnya sudah terjadi. Misalnya saja hadis dari yang diriwayatkan dari Abu Buraidah. Ia berkata, ada seseorang datang pada masyarakat kampung dekat madinah lalu orang itu berkata “sesungguhnya Rasulullah telah memerintahkan kepadaku untuk memutuskan sesuatu berdasarkan pendapatku sendiri mengenai masalah ini dan itu”.  Saat di laporkan pada Rasulullah beliau bersabda “musuh Allah itu adalah berdusta”.
Adanya pemalsuan hadis pada masa Nabi tidak kemudian meruntuhkan atau bahkan sekedar mempertanyakan kredibilitas sahabat karena hal-hal demikian ini tidak lebih dari kelakuan orang-orang munafik yang ada pada masa itu dan para sahabat tidak mungkin berdusta atas nama nabi apalagi berkenaan dengan Agama. Memang, kita ketahui dan kita akui sahabat bukanlah orang yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) yang pasti ber-titel layaknya manusia biasa yang syarat akan kesalahan. Dalam hal muamalah sahabat sangat mungkin melakukan kesalahan. Namun, dalam hal  periwayatan hadis, sahabat jelas dalam keadaan adil dan sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis. Misalnya, sikap para sahabat yang memiliki beberapa syarat ketat untuk menerima suatu hadis. Kredibilitas sahabat mulai dipertanyakan sejak terjadinya fitnah kubro pada masa Usman. Seperti yang dikutib Shalahuddin Ibnu Ahmad al-Adlabi, Dr. Mustofa as-Siba’i mengatakan bahwa batas kemurnian sahabat dalam hal periwayatan yakni pada tahun 40H karena munculnya berbagai aliran yang ada sesudahnya. Hal ini tergambar dari perbuatan Mu’awiyah dimana Ia selalu memperingatkan masyarakatnya agar menghindari hadis yang tidak pernah ada di masa Umar bin Khatab. 
Faktor lainnya adalah menghancurkan Islam dari dalam dan berniat memporak-porandakan akidah umat Islam.  Pemalsuan semacam ini banyak diperankan orang-orang Zindik yang banyak menyusupkan banyak hadis berkenaan dengan sifat Allah yang diniatkan mencela Islam dan membuat ragu pemeluknya. Contohnya hadis yang berbunyi “sesungguhnya Allah mencucurkan air mata lalu malaikat menghiburnya”. Hadis semacam ini jelas menggambarkan kelemahan Allah. Bagaimana bisa Allah menjadi Tuhan yang lemah dan malaikat sebagai penghibur?
Faktor selanjutnya adalah Pembelaan terhadap aliran yang dianut. Misalnya politik, Agama, dan geografis. Contohnya, “mencitai Ali adalah sebuah kebaikan yag tidak akan terhapus oleh keburukan apapun..”. Contoh hadis palsu dalam pembelaan terhadap pembelaan aliran Agama, “ akan ada diantara umatku seorang bernama Muhammad bin Idris. Dia lebih berbahaya dari iblis. Dan diantara mereka ada yang bernama abu Hanifah, dia adlaah pelita bagi mereka”.  
Motif lain adanya pemalsuan hadis adalah Motif duniawi, yakni untuk mencari rizki, seperti hadis, “ terong adalah obat segala macam penyakit”. Motif duniawi lainnya adalah untuk mendekati penguasa, dan mencari pendukung/massa. Motif mencari massa biasa dilakukan dalam bentuk kisah-kisah, dan pemalsuan hadis merupakan cara efektif agar kisah yang dibawakan dapat diterima. Hal ini dilakukan tidak lain hanya untuk menampilkan kisah baru dan aneh agar pendengar merasa kagum. Tokoh pertama pemalsuan hadis dengan kisah ini diawali oleh Tamim ad-Dariy denngan niat untuk mengingatkan orang akan hari kiamat, segala bentuk kenikmatan dan siksaan.
Selain terjadinya perpecahan umat Islam, pemalsuan hadis juga berasal dari perbuatan orang sholeh yang diniatkan untuk kebaikan, yakni dalam rangka targhib wa tarhib. Hal ini dikarenakan mereka merasa gelisah dengan dekadensi moral yang terjadi di masyarakat dan mereka melihat kelesuan masyarakan dalam berbuat kebaikan. Hadis palsu yang dibuat hanya ingin memotivasi masyarakat untuk segera melakukan perbaikan misalnya agar umat lebih mencintai al-Qur’an, rajin ibadah dan takut untuk melakukan maksiat.
Selain faktor-faktor sengaja, hadis palsu juga hadir karena ketidaksengajaan perowi. Misalnya seorang perowi yang menganggap hadis mauquf (bersumber dari sahabat) sebagai hadis marfu’ (perkataan Nabi). Ada pula dikarenakan adanya penyusupan hadis yang dilakukan orang lain dan memasukkannya dalam kitab orang tsiqoh tanpa sepengetahuan pemilik kitab dan Ia tidak sadar telah meriwayatkan hadis itu atau mengira hadis tersebut benar-benar dari dirinya. Hal ini seperti yang dialami Hammad ibn Salamah yang koleksi hadisnya disisipkan hadis palsu oleh anak tirinya,  Ibn Abu al-‘Auja’ dan juga dialami oleh Sufyan ibn Waqi’ibn al-Jarrah yang koleksi hadisnya disisipi hadis palsu oleh tukang kertas, Qurthumah. 

 
Template Indonesia | Goresan Tinta Malam
Aku cinta Indonesia