Minggu, 06 Mei 2012

Memahami Eksistensi Tuhan dg Sandal


“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Qs. adz-Dhariyat 20-21)
Saatku masih kecil, pernah ku Tanya pada ibuku, “mak, Tuhan itu seperti apa sih?? Tuhan di mana?”. Mamak. Begitulah aku memnggil wanita mulia itu. Ingatan itu masih jelas. Pertanyaan itu ku lontarkan kira-kira saat aku berusia 6 atau 7 tahun ketika ibuku mendandani-ku untuk berangkat sekolah.
“ssstt… ndak boleh Tanya gitu. Tuhan itu ada, tapi ndak boleh nanya seperti itu”. Kebingungan menjawab pertanyaanku terlihat dari wajah dan gerakan ibuku.
Jawaban seperti itu sering ku dengar, termasuk guru dan ustad/dz-ku. Mereka selalu bilang “ndak ilok”, maksudnya pertanyaan itu tidak layak dilontarkan. Yah… aku hanya bisa diam. Manut. Meski begitu, pertanyaan terus ada di benakku, hanya saja… selalu ku simpan rapi dalam benak. Jujur, sering aku mencoba membayangkan ‘bentuk’ Tuhan. Bayangan yang sering muncul saat itu adalah, Tuhan adalah seorang laki-laki dan seperti raja yang sering ku lihat di TV. Guru ngajiku juga bilang, “Tuhan itu ada di mana-mana, selalu memantau kita”. Aku bingung, bagaimana bisa?? bayangan yang muncul pun, Tuhan yang seperti raja itu terbang memantau manusia dari atas. Menoleh ke kanan dan ke kiri. Ah… tapi tak mungkin. Jika Tuhan terbang, pasti ada yang luput dari pengawasannya. Ini tak sesuai dengan penjelasan guru ngajiku itu. “bayanganku ini berarti tak benar”. Kira-kira begitu gumamku saat itu. sempat terfikir juga, jika Tuhan laki-laki dan selalu memantau, maka kaum hawa akan malu dengan beberapa aktifitasnya yang tak layak diketahui ‘non-nya’, ya… walau Tuhan sekalipun. Hah… entahlah, mungkin beginilah imajinasi anak-anak. Bayangan-bayangnku itu sering ku munculkan dan ku tepis lagi jika ingat nasihat guruku, “jangan mikir Tuhan, percaya aja”. Hmmm…
Usiaku ku yang makin bertambah, mencoba memahami kata ‘yakin’ untuk Tuhan. bayangan-bayangan itu pun hilang dengan sendirinya. Bertambah usia, bertambah pula pengetahuanku. Setidaknya aku dipahamkan dengan logika alam. Logikanya, ada alam, pasti ada yang menciptakan. Ya! Sangat sederhana. Setidaknya jawaban itu menambah keyakinan ku akan adanya Tuhan. keyakinan itu makin bertambah dan tidak meragukan sama sekali seiring dengan usia dan pengetahuan-pengetahuan yang sedikit demi sedikit masuk dalam memoriku (meski pengetahuan yang ku tahu pun tak banyak). Guru-guruku selalu mengatakan “Tuhan itu diyakini saja, tak perlu dipikirkan karena akal kita ini terbatas dan tak kan mampu memahami hakikat Tuhan”, itulah komentarnya setelah menjelaskan kembali logika alam seperti yang tadi ku ceritakan.
Keyakinanku bertambah. Dari sekian ‘perjalanan pemikiranku’, aku hanya ingin mengatakan “Tuhan…. Maafkan aku”. Keyakinan ini bertambah saat aku membaca buku sederhana berjudul ‘iman secangkir kopi’ karya doni osmon. Ku katakana sederhana karena bukunya kecil, tipis, dan tuntunya ringan, dan bisa ku dapatkan dengan harga yang tak merogoh kantong dalam-dalam. Cukup 5rb. (upss..curhat. Ahaha..). logika sandal yang meyakinkan. Adanya sandal menandakan ada yang membuat, atau paling tidak ketika tergeletak sandal, menandakan ada yang punya. Logika ini tak mungkin terbantahkan. Menurutku ini termasuk keyakinan universal. Sekali lagi, aku/kita yakin ada yang membuat. Namun.. bagaimanapun juga kita tak akan mampu menggambarkan sosok ‘sang pembuat sandal’, atau kita tak kan pernah tahu sosok orang yang memakai sandal itu. apakah orangnya tinggi, putih, gondrong, buta atau tidak, dsb. Gambaran sosok itu tak kan mungkin bisa diketahui sebelum kita belum bertemu dengannya. Yup! Kita hanya bisa mengetahui eksistensinya, bukan bentuknya. Begitu juga dengan Tuhan, kita tahu eksistensinya dari tanda-tanda yang ia berikan, alam bahkan diri kita sendiri. Keyakinan yang di ajarkan  Islam, tak hanya semata-mata yakin. Islam justru menganjurkan manusia berfikir untuk memahami adanya Tuhan. ini sejalan dengan firmanNya
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ .وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Qs. adz-Dhariyat 20-21)

Wallahua’lam…

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

About

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Pages - Menu

Minggu, 06 Mei 2012

Memahami Eksistensi Tuhan dg Sandal


“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Qs. adz-Dhariyat 20-21)
Saatku masih kecil, pernah ku Tanya pada ibuku, “mak, Tuhan itu seperti apa sih?? Tuhan di mana?”. Mamak. Begitulah aku memnggil wanita mulia itu. Ingatan itu masih jelas. Pertanyaan itu ku lontarkan kira-kira saat aku berusia 6 atau 7 tahun ketika ibuku mendandani-ku untuk berangkat sekolah.
“ssstt… ndak boleh Tanya gitu. Tuhan itu ada, tapi ndak boleh nanya seperti itu”. Kebingungan menjawab pertanyaanku terlihat dari wajah dan gerakan ibuku.
Jawaban seperti itu sering ku dengar, termasuk guru dan ustad/dz-ku. Mereka selalu bilang “ndak ilok”, maksudnya pertanyaan itu tidak layak dilontarkan. Yah… aku hanya bisa diam. Manut. Meski begitu, pertanyaan terus ada di benakku, hanya saja… selalu ku simpan rapi dalam benak. Jujur, sering aku mencoba membayangkan ‘bentuk’ Tuhan. Bayangan yang sering muncul saat itu adalah, Tuhan adalah seorang laki-laki dan seperti raja yang sering ku lihat di TV. Guru ngajiku juga bilang, “Tuhan itu ada di mana-mana, selalu memantau kita”. Aku bingung, bagaimana bisa?? bayangan yang muncul pun, Tuhan yang seperti raja itu terbang memantau manusia dari atas. Menoleh ke kanan dan ke kiri. Ah… tapi tak mungkin. Jika Tuhan terbang, pasti ada yang luput dari pengawasannya. Ini tak sesuai dengan penjelasan guru ngajiku itu. “bayanganku ini berarti tak benar”. Kira-kira begitu gumamku saat itu. sempat terfikir juga, jika Tuhan laki-laki dan selalu memantau, maka kaum hawa akan malu dengan beberapa aktifitasnya yang tak layak diketahui ‘non-nya’, ya… walau Tuhan sekalipun. Hah… entahlah, mungkin beginilah imajinasi anak-anak. Bayangan-bayangnku itu sering ku munculkan dan ku tepis lagi jika ingat nasihat guruku, “jangan mikir Tuhan, percaya aja”. Hmmm…
Usiaku ku yang makin bertambah, mencoba memahami kata ‘yakin’ untuk Tuhan. bayangan-bayangan itu pun hilang dengan sendirinya. Bertambah usia, bertambah pula pengetahuanku. Setidaknya aku dipahamkan dengan logika alam. Logikanya, ada alam, pasti ada yang menciptakan. Ya! Sangat sederhana. Setidaknya jawaban itu menambah keyakinan ku akan adanya Tuhan. keyakinan itu makin bertambah dan tidak meragukan sama sekali seiring dengan usia dan pengetahuan-pengetahuan yang sedikit demi sedikit masuk dalam memoriku (meski pengetahuan yang ku tahu pun tak banyak). Guru-guruku selalu mengatakan “Tuhan itu diyakini saja, tak perlu dipikirkan karena akal kita ini terbatas dan tak kan mampu memahami hakikat Tuhan”, itulah komentarnya setelah menjelaskan kembali logika alam seperti yang tadi ku ceritakan.
Keyakinanku bertambah. Dari sekian ‘perjalanan pemikiranku’, aku hanya ingin mengatakan “Tuhan…. Maafkan aku”. Keyakinan ini bertambah saat aku membaca buku sederhana berjudul ‘iman secangkir kopi’ karya doni osmon. Ku katakana sederhana karena bukunya kecil, tipis, dan tuntunya ringan, dan bisa ku dapatkan dengan harga yang tak merogoh kantong dalam-dalam. Cukup 5rb. (upss..curhat. Ahaha..). logika sandal yang meyakinkan. Adanya sandal menandakan ada yang membuat, atau paling tidak ketika tergeletak sandal, menandakan ada yang punya. Logika ini tak mungkin terbantahkan. Menurutku ini termasuk keyakinan universal. Sekali lagi, aku/kita yakin ada yang membuat. Namun.. bagaimanapun juga kita tak akan mampu menggambarkan sosok ‘sang pembuat sandal’, atau kita tak kan pernah tahu sosok orang yang memakai sandal itu. apakah orangnya tinggi, putih, gondrong, buta atau tidak, dsb. Gambaran sosok itu tak kan mungkin bisa diketahui sebelum kita belum bertemu dengannya. Yup! Kita hanya bisa mengetahui eksistensinya, bukan bentuknya. Begitu juga dengan Tuhan, kita tahu eksistensinya dari tanda-tanda yang ia berikan, alam bahkan diri kita sendiri. Keyakinan yang di ajarkan  Islam, tak hanya semata-mata yakin. Islam justru menganjurkan manusia berfikir untuk memahami adanya Tuhan. ini sejalan dengan firmanNya
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ .وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Qs. adz-Dhariyat 20-21)

Wallahua’lam…

 
Template Indonesia | Goresan Tinta Malam
Aku cinta Indonesia